Kenapa Gedung Tinggi Hanya di Jakarta? Ini Alasannya yang Jarang Diketahui
Pernahkah Anda bertanya-tanya, kenapa gedung-gedung pencakar langit seperti di kawasan SCBD (Sudirman Central Business District) atau PIK (Pantai Indah Kapuk) hanya terlihat menjulang di Jakarta? Sementara kota-kota besar lain seperti Surabaya, Bandung, atau Medan memiliki jumlah gedung tinggi yang jauh lebih sedikit?
Pertanyaan ini ternyata menyimpan jawaban menarik dari sisi sejarah, ekonomi, politik, dan tata ruang. Artikel ini akan membahas secara mendalam mengapa Jakarta mendominasi pembangunan gedung tinggi di Indonesia. Jika Anda penasaran dengan fakta-fakta yang tidak banyak diketahui, simak artikel ini sampai akhir. Artikel ini juga dapat membantu menjawab pertanyaan yang sering muncul di mesin pencari seputar "gedung tertinggi di Indonesia", "kenapa gedung tinggi hanya ada di Jakarta", dan "pembangunan SCBD dan PIK".
1. Jakarta Sebagai Pusat Pemerintahan dan Ekonomi Nasional
Jakarta adalah ibu kota negara (meskipun status administratifnya akan berpindah ke Ibu Kota Nusantara). Sejak zaman kolonial hingga saat ini, Jakarta telah menjadi pusat pemerintahan, bisnis, dan keuangan. Kehadiran kantor kementerian, BUMN, dan perusahaan multinasional membuat Jakarta menjadi magnet investasi properti.
Kawasan seperti SCBD menjadi rumah bagi perkantoran elite, gedung-gedung perbankan, dan pusat bisnis internasional. Tak hanya itu, PIK berkembang pesat sebagai kawasan elite modern yang memadukan hunian mewah, pusat hiburan, dan bisnis lifestyle.
2. Nilai Ekonomis Lahan yang Sangat Tinggi
Jakarta memiliki harga tanah yang sangat mahal, terutama di pusat kota. Karena itu, pengembang lebih memilih membangun ke atas (vertical development) dibanding horizontal. Gedung bertingkat atau pencakar langit dianggap sebagai solusi paling efisien untuk mengoptimalkan nilai lahan.
Inilah mengapa di SCBD kita bisa melihat banyak gedung lebih dari 50 lantai seperti Treasury Tower dan Indonesia-1 Tower.
3. Infrastruktur Pendukung Sudah Siap
Jakarta juga memiliki infrastruktur yang mendukung pembangunan gedung tinggi. Mulai dari jaringan jalan utama, transportasi massal (MRT, LRT, TransJakarta), jaringan listrik dan air yang stabil, hingga fasilitas pendukung seperti pusat perbelanjaan dan rumah sakit.
Bandingkan dengan kota lain yang masih kesulitan menyediakan infrastruktur pendukung sekelas Jakarta, sehingga investor properti lebih memilih membangun di ibu kota.
4. Regulasi yang Lebih Terbuka untuk Vertical Development
Pemprov DKI Jakarta memiliki kebijakan tata ruang yang mendukung pembangunan gedung tinggi, terutama di zona bisnis. Kebijakan ini mendorong pengembang properti untuk berlomba-lomba membangun ikon baru kota melalui pencakar langit.
Sementara di kota lain, regulasi pembangunan gedung tinggi masih terbatas oleh berbagai faktor, termasuk zonasi, batasan ketinggian, hingga kesulitan pembebasan lahan.
5. Status dan Prestise
Tak dapat dipungkiri, membangun gedung tinggi juga soal prestise. Pengembang besar seperti Agung Sedayu Group, Ciputra, dan Sinarmas Land memilih Jakarta sebagai tempat untuk "showcase" proyek-proyek landmark mereka. Keberadaan gedung tinggi juga meningkatkan nilai jual kawasan dan menarik minat investor asing.
PIK dan SCBD adalah contoh nyata kawasan yang dipoles sedemikian rupa untuk menampilkan citra kemewahan dan kemodernan Jakarta.
6. Tingginya Permintaan Hunian dan Perkantoran
Jumlah penduduk Jakarta yang mencapai lebih dari 10 juta jiwa dan arus urbanisasi yang terus terjadi mendorong permintaan akan hunian dan perkantoran. Ini menjadi peluang emas bagi developer untuk membangun apartemen bertingkat, gedung perkantoran, dan pusat perbelanjaan.
Sebaliknya, di kota-kota besar lainnya, demand belum setinggi Jakarta, sehingga pengembangan gedung tinggi belum menjadi prioritas.
7. Branding dan Daya Tarik Wisata Urban
Gedung-gedung pencakar langit juga menjadi daya tarik wisata urban. Jakarta ingin bersaing dengan kota-kota besar Asia seperti Bangkok, Kuala Lumpur, hingga Singapura. Proyek-proyek seperti Jakarta International Stadium (JIS), revitalisasi Kota Tua, dan pembangunan high-rise building di PIK2 dirancang untuk memperkuat branding kota metropolitan.
Tak heran jika SCBD dikenal sebagai "The Wall Street of Jakarta", sedangkan PIK disebut-sebut sebagai "The New Beverly Hills of Indonesia".
Jadi Kesimpulannya...
Jakarta menjadi pusat gedung tinggi di Indonesia karena kombinasi faktor strategis: pusat pemerintahan dan ekonomi, harga lahan yang tinggi, regulasi yang mendukung, infrastruktur siap pakai, serta permintaan pasar yang besar. SCBD dan PIK adalah contoh nyata bagaimana Jakarta terus berkembang sebagai kota metropolitan berstandar internasional.
Meski begitu, bukan berarti kota lain tidak akan menyusul. Kota seperti Surabaya, Medan, dan Makassar mulai menunjukkan geliat pembangunan vertikal. Namun, untuk saat ini, Jakarta masih menjadi raja pencakar langit di Indonesia.
Untuk informasi menarik seputar pembangunan dan arsitektur di Indonesia, Anda juga bisa mengunjungi situs astaloka.com yang kerap membahas tren properti dan desain urban masa kini.